
Penolakan Keras dari Mahasiswa Aceh
Banda Aceh – Gelombang protes datang dari kalangan mahasiswa Aceh menyusul kabar mengenai pemindahan administrasi empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatera Utara (Sumut). Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap rakyat Aceh dan mencederai keutuhan wilayah yang telah diatur secara historis dan administratif.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh turun ke jalan pada Selasa (10/6/2025) untuk menyuarakan penolakan mereka. Aksi yang dipusatkan di depan kantor Gubernur Aceh itu diwarnai dengan orasi keras dan pembentangan spanduk bertuliskan “Empat Pulau adalah Aceh” dan “Tolak Pemindahan Wilayah”.
Empat Pulau yang Jadi Sorotan
Empat pulau yang menjadi sorotan adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang. Selama ini keempatnya secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Namun, dalam peta terbaru yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri, pulau-pulau tersebut kini masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Langkah ini memicu kecaman karena dilakukan tanpa konsultasi dan persetujuan dari Pemerintah Aceh maupun masyarakat setempat. “Kami merasa ini adalah bentuk pengingkaran terhadap sejarah dan otonomi Aceh yang sudah diatur dalam perjanjian damai Helsinki,” ujar Rizki Maulana, koordinator aksi mahasiswa.
Tuntutan Pengembalian Wilayah
Mahasiswa Aceh menuntut pemerintah pusat segera membatalkan keputusan pemindahan tersebut dan mengembalikan administrasi keempat pulau itu ke Aceh. Mereka juga meminta Pemerintah Aceh bersikap tegas dan membawa persoalan ini ke jalur hukum jika perlu.
“Kami tidak hanya bicara soal peta, tapi soal kedaulatan dan harga diri masyarakat Aceh. Ini bukan hanya persoalan administratif, ini persoalan martabat,” tegas Rizki.
Pemerintah Aceh Diminta Tidak Diam
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi juga angkat suara. Mereka mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak tinggal diam dan segera melakukan diplomasi ke tingkat pusat. Beberapa menyarankan agar DPR Aceh mengeluarkan pernyataan resmi dan melakukan langkah hukum terhadap perubahan peta wilayah tersebut.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan membuka celah bagi pemangkasan wilayah Aceh secara sepihak di masa depan,” kata Dr. Muhammad Zain, pakar hukum tata negara dari Universitas Syiah Kuala.
Reaksi Kementerian Dalam Negeri
Hingga saat ini, pihak Kementerian Dalam Negeri belum memberikan keterangan resmi terkait polemik ini. Namun sejumlah laporan menyebutkan bahwa pemindahan dilakukan berdasarkan hasil validasi data batas wilayah oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), meski tanpa partisipasi aktif dari Pemerintah Aceh.
Penutup
Kasus ini mencerminkan pentingnya keterlibatan daerah dalam setiap keputusan yang menyangkut batas wilayah dan identitas budaya. Bagi masyarakat Aceh, empat pulau tersebut bukan sekadar daratan kecil, tetapi bagian dari sejarah, identitas, dan kedaulatan yang tidak bisa digeser begitu saja. Protes mahasiswa adalah cermin dari keresahan rakyat Aceh yang merasa hak-haknya diabaikan oleh pemerintah pusat.