Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Aparat Penegak Hukum (APH) kepada masyarakat atau perusahaan merupakan bentuk pungutan liar (pungli) dan termasuk dalam kategori gratifikasi yang dilarang.

Peringatan KPK terhadap Praktik Pungli Berkedok THR

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menegaskan bahwa meminta THR melanggar hukum. Jika dibiarkan, praktik ini bisa berkembang menjadi pemerasan. Terutama jika permintaan disertai janji memberikan kenyamanan atau perlindungan dalam dunia usaha.

Imbauan kepada Masyarakat untuk Melaporkan Praktik Pungli

KPK mengajak masyarakat untuk proaktif melaporkan jika menemui atau mengalami permintaan THR dari ASN atau APH. Laporan dapat disampaikan kepada inspektorat pemerintah daerah setempat atau aparat penegak hukum terdekat. Langkah ini penting untuk mencegah dan memberantas praktik pungli yang merugikan masyarakat dan dunia usaha.

Larangan Gratifikasi dalam Bentuk THR bagi Penyelenggara Negara

Selain itu, KPK telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 yang melarang penyelenggara negara dan pegawai negeri menerima maupun memberi THR kepada pihak mana pun. Larangan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya gratifikasi yang dapat berujung pada tindak pidana korupsi.

Dampak Negatif Praktik Pungli terhadap Iklim Usaha

Praktik pungli, termasuk permintaan THR oleh oknum tertentu, dapat membebani pengusaha dan mengganggu iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan bertindak tegas dalam menertibkan praktik semacam ini demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya peringatan dan imbauan dari KPK ini, diharapkan masyarakat dan aparatur negara semakin sadar akan pentingnya menjaga integritas dan menjauhi praktik-praktik yang melanggar hukum, khususnya menjelang perayaan hari raya.